HALMAHERA - Masyarakat dan Pemuda Pulau Obi, Kabupaten Halmahera Selatan (Halsel), Provinsi Maluku Utara (Malut), menilai penyusunan Draft Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) oleh Pemerintah Daerah (Pemda) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Halsel, syarat dengan kepentingan Coorporasi dan merugikan Masyarakat Obi, pasalnya tidak terbuka untuk publik.
Ranperda yang akan di sahkan mejadi Peraturan Daerah (Perda) itu, yang katanya tinggal menunggu pembahasan Pemprov dan DPRD Malut agar sesegera mungkin mengeluarkan Nomor Registrasi, sehingga Perda tersebut bisa di jalankan untuk seluruh wilayah Pulau Obi, sebagaimana atas dasar dampak dari investasi asing yang di mana sebagai Proyek Strategi Nasional (PSN).
Hal ini juga di sampaikan Ketua Komisi III DPRD Halsel Safri Talib, di salah satu media. Bahwa Saat draft Ranperda disampaikan ke Pemprov Maluku Utara untuk dievaluasi, selanjutnya Pemprov akan mengeluarkan nomor registrasi untuk dicatat dalam lembaran daerah agar diberikan nomor Perda oleh Pemkab Halmahera Selatan.
Safri juga menyebut bahwa, Ranperda yang sudah menjadi Perda, berlaku untuk wilayah Pulau Obi yang di mana masuk dalam Kawasan PSN.
Hal ini, mendapat tanggapan dari tokoh pemuda Obi. Budiman S.M. Bahwa Ranperda yang disahkan menjadi Perda itu seharusnya berlaku untuk Desa Kawasi saja, namun ini diberlakukan untuk seluruh wilayah pulau Obi yang di mana masuk dalam PSN.
Lanjut dia, ini aneh tapi nyata sebab, Perda yang berpedoman di satu wilayah yakni Desa Kawasi dan Perda ini di berlakukan pada seluruh Wilayah Pulau Obi, dan kami Pemuda dan masyarakat yakin jika Perda tersebut di paksakan maka akan merugikan masyarakat pulau Obi, sebab yang namanya kawasan strategis nasional itu bukan hanya di Di Desa Kawasi melainkan ada juga di Kawasan Desa Baru, Desa Laiwui, Desa Buton, Desa Fluk, Gambaru dan Desa Bobo.
"jika Pemda dan DPRD Halsel memaksakan itu berati masyarakat Obi di rugikan sebab yang namanya kawasan PSN itu bukan hanya saja di Desa Kawasi, akan tetapi kawasannya sampai di Desa Baru, Desa Buton, Desa Laiwui, Desa Gambaru, Desa Fluk dan Desa Bobo" Ungkap Ketua Pemuda Pancasila (PP) Obi
Dia juga menyebutkan, kawasan yang saya maksudkan di atas, jika di buka dalam One Maps Minerba IUP-Nya di ploting masuk juga sampai di kawasan lahan dan pemukiman warga, maka ini yang di kwatirkan, jika Perda itu berlaku untuk wilayah Pulau Obi, secara otomatis akan ada relokasi berikut dan seterusnya, sebagaimana yang sudah di lakukan di Desa Kawasi jika berpedoman pada satu wilayah di Desa Kawasi.
"kawasan yang saya bilang itu, coba kalau di buka lewat One Maps Minerba pasti terlihat IUP nya ada yang masuk sampai ke pemukiman warga ini yang membuat masyarakat takut kalau Perda itu di jalankan di Seluruh Wilayah Pulau Obi, sudah pasti akan di relokasi warga ke pemukiman baru seperti di Desa Kawasi lagi" centusnya
Sambung Budi, Jika hal ini terjadi, pemukiman Warga yang mereka hidup dari Zaman moyang hingga sampai sekarang anak dan cucu akan kena relokasi juga, apalagi kita bandingkan dengan perusahan yang masuk ke wilayah pulau Obi itu barusan, tetapi pribumi yang sudah hidup sejak ratusan tahun yang merupakan tanah adat akan hilang dan punah, sehingga persoalan ini siapa yang akan di salahkan, masyarakat atau perusahan.
"maka relokasi terjadi siap yang akan di salahkan masyarakat atau perusahan, jika kita bandingkan bahwa perusahan barusan masuk, tetapi masyarakat yang bermukim ratusan tahun bagaimana nantinya" bebernya
Budi juga menegaskan, kami pemuda dan masyarakat Pulau Obi tetap menolak Perda tersebut, karena bukan mensejahterakan masyarakat melainkan akan menyengsarakan dan merugikan masyarakat pribumi.
"Kami Pemuda dan warga Pulau Obi tetap menolak Perda yang merugikan masyarakat" tegasnya
Dia juga bilang saat PP melakukan investigasi ke lokasi pasca aksi demo penolakan relokasi oleh masyarakat kawasi beberapa waktu lalu, yang pertama kami temui itu Dahmat Talaga yang juga merupakan Tokoh Dewan Adat dan Sekaligus Tokoh Agama di Desa Kawasi
Dahmat sampaikan bahwa masyarakat sebagian besar juga sudah berasepakat tidak akan pindah ke perumahan baru (Eco Village), dan dia juga bilang ada isu yang mengatakan masyarakat sudah 70% Siap pindah ke perumahan baru, itu tidak benar. Justru masyarakat yang tidak mau pindah sebanya 70%.
Budi juga menyampaikan bahwa kami pemuda dan masyarakat pulau Obi sangat kecewa dengan Pemda dan DPRD Halsel karena membuat Ranperda tidak terbuka untuk publik sehingga isi atau draft Ranperda tersebut kami tidak mengetahui dan tidak bisa mengartikulasikan isi dan point per point yang di maksud.
"Pemuda dan Masyarakat pulau Obi sangat kecewa dengan Pemda dan DPRD Halsel, karena Ranperda di buat itu tertutup bagi masyarakat Obi, hingga isi draft tersebut kami tidak mengetahui maksud dan tujuan point per point yang di bahas itu apa" tuturnya.
Maka Kami Atas nama Pemuda dan Masyarakat Pulau Obi, yang mengatasnamakan diri Aliansi Masyarakat Lingkar Tambang Obi Mayor (AMANAT-OBI MAYOR), meminta kepada Pemprov dan DPRD Malut :
1. Menevaluasi dan meniliti secara seksama Draft Ranperda Yang di buat Oleh Pemda dan DPRD Halsel agar tidak merugikan masyarakat Pulau Obi.
2. Meminta Pemprov dan DPRD Provinsi Agar segera mungkin menyusun Pansus untuk turun ke lokasi Objek yang menjadi sasaran Perda tersebut
3. Meminta Kepada Pemprov dan DPRD Provinsi Agar Wilayah Pemukiman Yang Masuk Dalam Wilayah Pertambang (WP) atau Izin Usaha Pertambangan (IUP) Segera Mungkin Agar di Evaluasi Untuk pengurangan atau perkecil WP atau IUP karena sudah mencaplok masuk ke wilayah pemukiman tersebut
4. Meminta kepada Pemprov dan DPRD Provinsi agar mengundang Tokoh Masyarakat Obi dalam pembahasan Evaluasi Ranperda agar terwujud keadilan untuk masyarakat dalam tranparansi publik
5. Meminta agar Pemrov dan DPRD Malut menolak Ranperda tersebut dan meminta dinas ESDM segera evaluasi WP dan IUP, sebab banyak terkena dan mencaplok lahan dan pemukiman milik masyarakat Pulau Obi.***
Editor : Admin
Social Header